BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS »

Saturday, December 29, 2007

Penanggulangan AIDS

Meski sudah ditemukan obat-obatan untuk HIV, tidak berarti HIV-AIDS bebas dari masalah. Karena obat-obat tersebut hanya bersifat mengendalikan virus, ehingga, sewaktu-waktu kondisi penderita dapat memburuk jika viral load meningkat dan CD4 turun. Masalah-masalah yang muncul berkaitan dengan HIV-AIDS antara lain efek samping obat ARV, kegagalan terapi, penularan yang semakin tinggi, infeksi oportunistik, masalah-masalah psikososial, ekonomi, dan yang paling menakutkan adalah resiko rusaknya kualitas generasi bangsa.

Efek samping obat-obat ARV dapat dibedakan menjadi efek sementara dan efek berat. Efek sementara biasanya bersifat lebih ringan, diantaranya mual, muntah, serta diare sampai beberapa minggu tanpa adanya sebab lain. Jika timbul efek tersebut, obat ARV masih dapat diteruskan jika ada instruksi dokter. Sedangkan efek samping yang berat meliputi ruam, hepatitis, pankreatitis serta hiperlipidemia. Pada kondisi ini, obat-obat ARV yang diberikan ada kemungkinan harus diganti. Efek samping ARV dapat berbeda-beda tergantung pada jenis dan golongannya.

Pemberian terapi pada penderita HIV-AIDS tidak selalu memberikan hasil yang menggembirakan, lebih sering sebaliknya yatu kegagalan terapi. Pada penderita dewasa, terapi dikatakan gagal apabila memenuhi kriteria klinis dan hitung CD4 berikut:
- timbul infeksi oportunistik baru/ keganasan yang memperburuk perkembangna penyakit
- kambuhnya infeksi oprtunistik yang pernah diderita sebelumnya,
- munculnya/ kambuhnya penyakit-penyakit pada stadium klinis III (dermatosis, HIV wasting, diare kronik yang tidak jelas sebabnya, terulangnya infeksi bakteri atau kandidiasis kulit/ mukosa yang menetap),
- kembalinya CD4 pada level sebelum terapi atau lebih rendah lagi tanpa adanya infeksi lain yang dapat menjelaskan penurunan CD4,
- turunnya CD4 80% dari jumlah tertinggi yang pernah dicapai selama terapi tanpa ada penyebab lain.

Adanya kecenderungan pesatnya peningkatan kasus baru dari tahun ke tahun semakin mengukuhkan bahwasanya masalah penularan HIV tetap menjadi momok bagi dunia. Sebagaimana diketahui penularan HIV bisa melalui produk darah, kontak seksual, ASI, maupun kontak luka, maka penularan dapat terjadi pada siapa saja. Orang-orang yang beresiko tinggi adalah pengguna narkoba suntikan (IDU), pelaku seks tidak aman dan tidak bertanggung jawab (berganti-ganti pasangan dan tanpa pengaman-kondom), anak dari ibu dengan HIV positif serta penularan pada tenaga kesehatan. Pengguna narkoba suntik (IDU) jelas beresiko karena adanya kebiasaan menggunakan jarum suntik secara bersama-sama. Perilaku seks bebas akan meningkatkan resiko kontak mukosa dengan penderita HIV. Ibu dengan HIV positif memiliki resiko menularkan HIV kepada bayinya dalam beberapa fase, yaitu selama kehamilan, selama persalinan dan selama menyusui. Resiko penularan akan semakin tinggi apabila viral load ibu tinggi, adanya infeksi pada plasenta (pada dasarnya HIV tidak dapat menembus barier plasenta selama plasenta dalam keadaan intak), adanya infeksi menular seksual, ketuban pecah dini > 4 jam, persalinan yang invasif, infeksi pada payudara ibu, infeksi pada mukosa bayi, durasi menyusui yang lama, pemberian makanan campuran terlalu dini (bukan ASI eksklusif), prematur, BBLR, serta status gizi yang buruk. Sedangkan resiko paparan pada tenaga kesehatan semakin tinggi apabila ada kontak dengan produk darah penderita dan kontak mukosa.

Munculnya infeksi oportunistik merupakan masalah seputar HIV-AIDS yang sering menjadi penyebab memburuknya kondisi penderita dan tidak jarang membawa kematian. Kondisi yang dapat memicu munculnya infeksi oportunistik ini adalah meningkatnya viral load dan menurunnya level CD4 oleh berbagai sebab, contohnya tidak taat dalam menggunakan ARV.

Adanya stigma dalam masyarakat bahwa HIV-AIDS adalah penyakit yang sangat menular bahkan bersentuhan dengan penderita pun dianggap dapat menularkan HIV, tidak dapat diobati, penyakit yang selalu berkaitan dengan perilaku yng tidak benar (seks bebas dan narkoba) akan menimbulkan masalah-masalah psikososial yang rumit. Masalah psikologis yang biasa dialami penderita adalah stress, kecemasan, depresi. Sedangkan masalah sosial biasanya berkaitan dengan stigma tersebut, diantaranya pengucilan penderita (orang dengan HIV-AIDS atau disebut ODHA) dari pergaulan masyarakat dan diskriminasi diberbagai pelayanan masyarakat, bahkan tidak jarang di pelayanan kesehatan sendiri. Ironis memang, tapi begitulah kenyataannya.

Masalah lain berkaitan dengan HIV-AIDS adalah permasalahan ekonomi. Seorang penderita HIV-AIDS membutuhkan biaya yang tidak sedikit, karena memerlukan pengobatan sepanjang hidupnya. Disamping itu, biaya yang harus dikeluarkan oleh institusi pelayanan kesehatan juga tidak kalah tinggi karena untuk merawat penderita HIV-AIDS membutuhkan perlakuan khusus (tidak bertujuan untuk diskriminasi) untuk mencegah penularan di rumah sakit. Sebagai gambaran, untuk mendekontaminasi peralatan medis pasca tindakan operatif seorang penderita HIV-AIDS saja membutuhkan larutan klorin sebanyak 20 liter, belum kebutuhan lainnya. Produktivitas penderita HIV-AIDS tentunya juga berkurang seiring kondisi klinis dan kualitas hidupnya yang semakin memburuk. Upaya pencegahan dan penanggulangan penularan HIV juga membutuhkan dana yang besar. Dengan demikian jika dilihat dari kaca mata perekonomian secara global maka HIV-AIDS akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar.

Rusaknya kualitas generasi bangsa bahkan mungkin akan punahnya suatu bangsa akibat HIV/AIDS adalah permasalahan lain seputar HIV-AIDS yang sungguh menakutkan. Tidak dapat dibayangkan seandainya HIV/AIDS tidak dapat dikendalikan penularannya, maka kasus HIV/AIDS pada ibu hamil juga akan tinggi dan akhirnya akan melahirkan bayi-bayi dengan HIV yang dapat dipastikan tidak akan mampu bertahan. Rwanda, salah satu negara kecil di Afrika dengan penularan HIV/AIDS yang tinggi menjadikan negara tersebut negara yang sekarat.

Terdapat beberapa upaya yang diharapkan dapat mengatasi berbagai persoalan seputar HIV-AIDS. Masalah efek samping ARV dapat diminimalkan dengan kehati-hatian dalam menentukan jenis regimen yang dipilih dan deteksi awal adanya efek samping obat. Kegagalan terapi dapat dikurangi salah satunya dengan meningkatkan kepatuhan penderita dalam menggunakan ARV. Penularan HIV melalui jarum suntik (narkoba suntikan) dan melalui kontak seksual tidak aman dan tidak bertanggung jawab dapat dicegah dengan prinsip ABCD (Abstinensia-tidak berhubungan seks secara bebas, Be faithfull- setia pada pasangan yang sah, Condom-gunakan kondom, dan jauhi Drugs-narkoba). Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah benar kondom dapat mencegah HIV? Beberapa penelitian menemukan bahwa kondom ternyata tidak 100% aman dalam mencegah penularan HIV. Bahkan dikatakan kondom hanya sedikit saja efektifitasnya dalam mencegah HIV. Jika kondom yang baru saja tidak efektif, apalagi kondom yang sudah rusak ataupun kadaluwarsa seperti yang banyak beredar dimasyarakat. Untuk itu langkah paling efektif mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual adalah tidak melakukan hubungan seks bebas dan tidak bertanggung jawab (berganti-ganti pasangan tidak sah, perzinahan, dan penyimpangan perilaku seksual). Penularan pada tenaga kesehatan dapat dicegah dengan menerapkan prinsip universal precaution dan pemberian profilaksis pasca paparan. Universal precaution adalah suatu perangkat prosedur dan pedoman yang digunakan untuk menurunkan terjadinya infeksi pada tenaga kesehatan dan mencegah penularan pada pasien dari penyakit menular seperti HIV, Hepatiti B, dan Hepatitis C, terutama melalui kontak cairan dan darah. Universal precaution meliputi cuci tangan aseptik, penggunaan APP (Alat Perlindungan Pribadi), pengelolaan alat kesehatan bekas pakai (dekontaminasi, sterilisasi, desinfeksi), pengelolaan benda tajam (sharp precaution), sistem pengelolaan limbah dan sanitasi. Sedangkan penularan dari ibu dengan HIV positif diharapkan mampu dikendalikan dengan program PMTCT (Prevention of Mother To Child HIV Transmission). Pada PMTCT terdapat 4 program yaitu :
1. Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia produktif,
2. mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif,
3. Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil positif k4 bayinya,
4. Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya.

Salah satu upaya menurunkan resiko penularan selama persalinan adalah dengan pemilihan cara persalinan yang tepat. Jenis persalinan yang terbukti dapat menurunkan resiko penularan adalah dengan seccio-caesaria elektif yang menerapkan prinsip universal precaution dan teknik SC Misgav Ladach (taknik operasi cepat membuka sampai menutup kembali dalam waktu tidak lebih dari 20 menit). Dan apabila terdapat resiko penularan yang sangat tinggi, perlu dipertimbangkan untuk tidak memberikan ASI.

Keterlibatan berbagai pihak diharapkan mampu mengatasi permasalahan psikososial. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan konseling dan pendampingan (tidak hanya psikoterapi tetapi juga psikoreligi), edukasi yang benar tentang HIV-AIDS baik pada penderita, keluarga dan masyarakat. Sehingga penderita, keluarga maupun masyarakat dapat menerima kondisinya dengan sikap yang benar dan memberikan dukungan kepada penderita. Adanya dukungan dari berbagai pihak dapat menghilangkan berbagai stresor dan dapat membantu penderita menngkatkan kualitas hidupnya sehingga dapat terhindar dari stress, depresi, kecemasan serta perasaan dikucilkan. Bagi penderita yang terinfeksi akibat penyalahgunaan narkoba dan seksual bebas juga harus disadarkan agar segera bertaubat dan tidak menyebarkannya kepada orang lain dengan menjaga perilakunya serta meningkatkan kualitas hidupnya sehingga untuk mendekatkan diri pada Allah dan memberi manfaat bagi orang lain dengan membantu upaya pencegahan penularan HIV/AIDS.

Pada kenyataannya, upaya-upaya tersebut sulit dilaksanakan secara ideal dan seringkali tidak memberikan hasil yang memuaskan. Sebagai bukti, kasus baru HIV-AIDS selalu meningkat dari waktu ke waktu meskipun berbagai upaya telah dilakukan.

So, better mencegah daripada mengobati kan.

-tha-

0 comments: